LABUHA, nalarsatu.com – Polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tiga pekerja PT Wanatiara Persada terus bergulir. Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnaker) Halmahera Selatan, Noce Totononu, menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Polres untuk menyelidiki kasus ini, termasuk kemungkinan adanya unsur pidana dalam keputusan PHK tersebut.
Noce mengklaim bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi dari para pekerja yang di-PHK.
“Seharusnya mereka mengadu ke kami dulu karena ini ranah kami. Soal ada unsur pidana atau tidak, itu bisa ditindaklanjuti jika ada laporan ke kepolisian,” ujar Noce usai menghadiri rapat Panitia Khusus (Pansus) bersama DPRD pada Sabtu (15/3/2025) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Noce menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen mendampingi pekerja yang terkena PHK. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya akan memastikan apakah hak-hak pekerja, termasuk pesangon, telah diberikan oleh perusahaan.
“Kami akan mendalami ini. Kalau memang ada hak-hak mereka yang belum terpenuhi, tentu kami akan berupaya agar perusahaan bertanggung jawab,” tambahnya.
Namun, pernyataan Noce mendapat reaksi keras dari salah satu pekerja yang terkena PHK, Sardi Alham. Ia menuding Kepala Disnaker berbohong dan tidak serius menangani persoalan ini.
“Kadis bohong! Kami sudah di-PHK, dan dia sendiri tahu itu. Bahkan, dia hadir dalam mediasi di perusahaan. Kalau memang peduli, seharusnya dia merangkul kami, bukan malah membiarkan,” tegas Sardi saat diwawancarai wartawan.
Sardi menjelaskan bahwa setelah PHK, ia dan rekan-rekannya telah melakukan berbagai upaya, termasuk menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati dan DPRD, namun tidak ada solusi konkret dari pemerintah daerah.
“Kami sudah bertemu langsung dengan Pak Basam (Bupati terpilih) dan Pak Kadis saat demo di kantor bupati, tapi hasilnya nol. Saat aksi di DPRD juga begitu, hanya janji-janji kosong,” ungkapnya.
Selain aksi unjuk rasa, Sardi juga mengungkapkan bahwa beberapa hari setelah demonstrasi, perwakilan dari Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) mendatangi Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja untuk mengadukan kasus ini. Namun, menurutnya, mereka justru diarahkan ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku Utara dengan alasan keterbatasan personel.
“Mereka bilang langsung saja ke dinas di provinsi. Sekarang Kadis bilang kami tidak mengadu? Gagal paham saya. Kami sudah demo, sudah hearing, ada saksi kok! Bahkan waktu itu Pak Bupati Hasan Ali Basam Kasuba juga ada dan bilang tidak akan tinggal diam. Dari 13 Mei 2024 sampai sekarang Maret 2025, apalagi yang mau dipercaya?” pungkasnya. (*)