Penulis : Ramdan L sahman
Malam Lailatul Qadar bukan sekadar malam biasa. Ia adalah malam penuh kemuliaan, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dalam malam ini, langit terbuka, doa-doa melesat menuju Arasy, dan rahmat Allah SWT tercurah bagi mereka yang bersungguh-sungguh mencarinya.
Setiap tahunnya, umat Islam berlomba-lomba menjemput malam penuh berkah ini di sepuluh malam terakhir Ramadan. Bukan tanpa alasan, sebab pada malam itu, ibadah yang dilakukan bernilai lebih dari ibadah selama delapan puluh tiga tahun. Salat, tilawah, dan doa yang dipanjatkan memiliki bobot yang tak terhingga. Dosa-dosa diampuni, hati yang bersedih diberi ketenangan, dan jiwa yang gelisah menemukan kedamaiannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, apakah cukup jika kita hanya berjaga semalam suntuk, lalu kembali pada kebiasaan lama? Lailatul Qadar bukan sekadar ritual tahunan. Ia adalah kesempatan emas untuk merenung, bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita menjalani hidup dengan penuh makna? Sudahkah kita memperbaiki diri, memperbanyak kebaikan, dan menjadikan hidup ini lebih berarti.
Di tengah dunia yang terus berlari, Lailatul Qadar mengajarkan kita untuk berhenti sejenak. Merenungi hubungan kita dengan Sang Pencipta, dengan sesama, dan dengan diri sendiri. Ia mengajak kita untuk berjanji, bahwa cahaya iman yang kita bangun di malam ini tidak akan padam ketika Ramadan usai.
Maka, jangan biarkan malam-malam terakhir ini berlalu begitu saja. Bangkitlah. Perbanyak ibadah, panjatkan doa, mohon ampunan. Sebab, keberkahan sejati dari Lailatul Qadar bukan hanya dirasakan dalam satu malam, tetapi dalam perubahan yang ia bawa untuk sisa hidup kita.