Labuha,Nalarsatu.com — Desakan agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Selatan membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma Sejahtera kembali mencuat. Kali ini dorongan itu datang dari praktisi hukum, Bambang Joisangadji S.H.
Menurut Bambang, skandal kredit macet yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp15,3 miliar itu tak bisa lagi ditangani setengah hati. Selain menyeret Direktur BPRS Saruma, sejumlah pegawai, kontraktor, hingga pejabat daerah seperti mantan Sekda Saiful Turuy dan eks Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) Aswin Adam, proses hukum kasus ini pun dinilai mandek di tangan Kejaksaan Negeri Halsel.
“Sudah lebih dari setahun sejak kasus ini diungkap almarhum Bupati Usman Sidik, tapi proses hukumnya jalan di tempat,” ujar Bambang kepada Nalarsatu.com, Sabtu, 12 April 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bambang menilai DPRD tidak bisa menutup mata atas lambannya proses hukum yang berjalan. Ia menekankan, pembentukan pansus bukan hanya bentuk kontrol politik, tapi juga wujud pertanggungjawaban moral kepada publik dalam mengawal keuangan daerah.
“Apabila pejabat daerah ikut disebut dalam laporan, maka DPRD tidak bisa tinggal diam. Skandal sebesar ini terlalu serius untuk dipandang sekadar persoalan administratif,” ujarnya.
Lebih jauh, Bambang mengutip Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menegaskan bahwa pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kredit bisa berujung pada pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Selain itu, ia juga menyinggung Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam pelaku korupsi dengan hukuman penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Menurut dia, pemberian kredit tanpa jaminan oleh BPRS Saruma kepada delapan debitur mengindikasikan adanya dugaan kuat unsur pidana, bukan semata keteledoran prosedural. “Kerugian negara tidak mungkin muncul tiba-tiba. Ini ada pola sistemik, dan kuat dugaan korupsi,” ujarnya.
Bambang juga menyoroti mandeknya proses penyidikan kasus ini. Ia mengingatkan bahwa sejak Januari lalu, Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan telah mengantongi sejumlah nama yang diduga terlibat, namun hingga kini belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, situasi ini mempertegas lemahnya komitmen penegakan hukum dalam kasus yang telah berlarut-larut tersebut. “DPRD memiliki beban moral untuk memastikan kasus ini tidak berakhir di tengah jalan. Mereka tidak bisa terus berdiam diri sementara publik menunggu kejelasan,” tegasnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan sindiran tajam terhadap lembaga legislatif Halmahera Selatan.
“Kalau DPRD terus diam, publik berhak bertanya: mereka mewakili rakyat, atau justru sedang menjaga posisi nyaman para pejabat yang terlibat?” ucap Bambang. (WP)